Sabtu, 24 Desember 2011

BatikYogyakarta



Batik Yogyakarta berkembang di dalam lingkungan keraton. Para putri keraton dibantu oleh para abdi dalem yang ngerjakannya. Pemakai batik di lingkungan keraton semakin banyak, sehingga Seiring perkembangan zaman, tradisi membatik keluar juga dari lingkungan keraton.
Ada sekitar 400-an jenis batik Yogyakarta. 350 di antaranya telah dipatenkan. Motif sebanyak itu membuktikan bahwa batik di Yogyakarta sangat potensial sebagai ikon budaya.Ada pun motif-motif batik klasik Yogyakarta di antaranya adalah motif parang, motif geometri, motif banji, motif tumbuhan menjalar, motif tumbuhan air, motif bunga, motif satwa, dan lain-lain.Motif Batik Yogyakarta tidak sembarang motif. Setiap motif yang tergores di atas batik sarat akan filosofi. Misalnya, Sido Asih bermakna si pemakai selalu diliputi kasih sayang dalam berumah tangga. Truntum berarti cinta yang bersemi. Ratu Ratih dan Semen Roma melambangkan kesetiaan seorang isteri. Dan masih banyak lagi
Warna batik Yogyakarta dominan warna alam dan cenderung gelap. Ada dua macam warna latar kain batik Yogyakarta, yaitu hitam dan putih (mori).Warna ragam hias pada batik Yogyakarta umumnya putih, biru tua kehitaman, dan coklat soga. Sementara itu, sered atau pinggiran kain diusahakan tidak kemasukan soga atau pewarna. Oleh sebab itu, pinggiran batik Yogyakarta berwarna kain latar.

Batik tulis Maos ( Cilacap )


Batik Tulis Maos diyakini sudah ada sejak abad ke-18 dan diperkirakan berkembang di Maos pascaperang Diponegoro yang dibawa ke wilayah ini oleh para pengikut Pangeran Diponegoro.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya motif-motif batik yang berkembang di daerah Maos dengan penuh filosofi yang berhubungan dengan siasat atau sandi perang Pangeran Diponegoro seperti motif Cebong Kumpul, Kembang Ambring, dan Lung Sakheti.

Batik Cirebon



   Batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini dikarenakan Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan oleh sebagian masyarakat desa Trusmi diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Patran Kangkung, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten, Katewono, Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.
  Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:
a. Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
b. Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar (dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.
c. Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan oleh penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang tidak dikehendaki meresap pada kain.
d. Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan pada salah satu ujung batang bambu).
e. Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning (sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.

Batik Semarang

Batik Semarang terdiri dari batik cap dan batik tulis . Adapun corak / motifnya terdiri dari berbagai macam motif diantaranya motif  buah Asem , burung Blekok , Lawang Sewu , Tugu Muda , Gereja Blenduk.Pewarnaannya ada sintetis, pembuatannya masih menggunakan canting cap dan canting tulis.

Batik Solo

Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”.
 

Batik Pekalongan


   Batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.   Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik pekalongan dikerjakan di rumah-rumah.